Pemerintah Perketat Keberadaan 5 Sumber Daya Kelautan
![]() |
(Penyu merupakan salah satu sumberdaya kelautan yang perlu dilestarikan. Sumber: http://cdn.theatlantic.com) |
Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan meningkatkan pengawasan perdagangan pada 5 jenis sumber daya kelautan di tahun 2016 ini. Melalui surat edaran menteri, KKP akan mengawasi perdagangan beberapa sumber daya kelautan seperti: hiu paus, parimanta, bambu laut, penyu, dan benih lobster di 16 lokasi yang telah ditentukan.
Kelima jenis sumber daya kelautan tersebut memiliki fungsi penting bagi perairan Indonesia. Untuk Parimanta, misalnya. Parimanta berfungsi sebagai penyeimbang di ekosistem, khususnya terkait kesehatan perairan di laut. Jika Parimanta tidak ada, maka plankton-plankton di permukaan akan membludak dan membanjiri perikanan kita. Dampaknya, ikan-ikan di laut akan berebut oksigen dan berdampak pada produksi ikan menurun karena mati. Saat ini, pengawasan perdagangan jenis parimanta difokuskan di Lebak, Indramayu, Surabaya, Jembrana, Lombok Timur, dan Lamalera.
Hal yang sama juga berlaku buat hiu puas. Hiu paus mempunyai nilai ekologis yaitu sebagai pengontrol sistem rantai makanan, jika fungsi ekologis hiu tersebut hilang maka akan memicu tidak terkendalinya jumlah spesies ikan tertentu, sehingga terjadi pemangsaan berlebih pada spesies-spesies ikan, khususnya yang bernilai kormersial. Adapun lokasi kegiatan pengawasan hiu paus, berada di Raja Ampat, Lombok Timur dan Situbondo.
Pengawasan perdagangan juga berlaku bagi penyu. Penyu adalah satwa yang tetap bertahan hidup sejak 100 juta tahun lalu pada jaman cretaceous dan tetap lestari hingga sekarang. Namun dalam 50 tahun terakhir, populasi penyu di alam terus menurun dengan drastis. Dikhawatirkan akan punah jika tidak ada upaya untuk melestarikannya. Pasalnya, pertumbuhan penyu sangatl lambat, mereka berusia dewasa untuk kawin dan bertelur rata-rata pada umur 30 tahun. Sementara, musuh alami penyu sangatlah banyak.
Ketika mereka bertelur di pantai, sering kali telur-telur tersebut menjadi santapan anjing, babi dan juga manusia. Di laut anak penyu yang disebut Tukik, juga menghadapi ancaman dari pemangsa seperti ikan-ikan besar, kepiting, dan burung. Menurut penelitian dari 1.000 ekor tukik, hanya 1 ekor tukik yang mampu bertahan hidup hingga dewasa. Saat ini pengawasan penyu untuk perdagangan dilakukan di Kepulauan Banggai, Kendari, dan Makassar.
Sementara untuk bambu laut yang memiliki nama lain, Isis spp. merupakan salah satu jenis octocorallia atau karang lunak yang hidup di perairan tropis indo-pasifik. Octocorallia merupakan biota penyusun terumbu karang kedua sesudah karang batu yang mempunyai peranan besar dalam menjaga kesinambungan ekosistem terumbu karang dan sumber daya ikan.
Isis spp. atau bambu laut perlu dilindungi karena kelimpahan populasinya semakin menurun. Penurunan jumlah polupasinya dapat ditemui di Perairan Indonesia bagian timur seperti: perairan Spermonde di Makassar, perairan Gorontalo utara, perairan Konawe, Pulau Wanci Kepulauan Wakatobi, dan perairan lainnya.
Terakhir adalah pembatasan penangkapan spesies lobster (Panulirus spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajungan (Portunus pelagicus spp.). Pembatasan ini dilakukan karena dari tahun ke tahun, keberadaan dan ketersediaan ketiga spesies itu di berbagai wilayah terus mengalami penurunan populasi.
Dalam surat edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/MEN-KP/I/2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan yang terbit pada 6 Januari 2015 lalu terdapat perbedaan dengan aturan sebelumnya.
Pada aturan lama, ukuran yang boleh ditangkap adalah: a. untuk lobster beratnya harus mencapai lebih dari 200 gram; b. untuk kepiting harus di atas 200 gram; dan c. untuk rajungan harus di atas 55 gram. Sementara dalam aturan yang baru, ukuran berat yang boleh ditangkap dan diperjualbelikan dari ketiga spesies itu adalah: a. Lobster (Panulirus spp.) boleh ditangkap dengan ukuran berat di atas 200 gram. b. kepiting (Scylla spp.) dengan ukuran berat di atas 200 gram. c. rajungan (Portunus spp.) dengan ukuran berat di atas 55 gram. d. kepiting soka (Scylla spp.) dengan ukuran berat di atas 150 (seratus lima puluh) gram.
Aturan baru ini diberlakukan untuk periode Januari hingga Desember 2016 dan periode tahun berikutnya. Selanjutnya, pengawasan benih lobster akan dilakukan pengawasan di Prigi.Trenggalek, Jawa Timur.
Dengan aturan itu, diharapkan keberadaan species, seperti: hiu paus, parimanta, bambu laut, penyu, dan lobster akan terpelihara. Selain itu, menjaga kestabilan ekosistem menjadi penting, demi kehidupan yang lebih baik. (Red)
Tidak ada komentar