Bijak Berinteraksi Dengan Hiu Paus
(Ilustrasi: Hiu Paus di Kwatisore, Nabire, Papua. Foto: jacko agun) |
Kehadiran hiu paus (Rhincondon Typus) di perairan Pantai Batu Barani, Kecamatan Kabila, Bone, Kabupaten Gorontalo tahun ini telah menarik minat wisatawan dalam jumlah besar ingin melihat atau berenang bersama ikan raksasa lembut itu.
Awalnya, kehadiran hiu paus di Gorontalo ramai dibahas di komunitas diver, ketika seorang penggiat wisata selam mengunggahnya di media sosial. Foto-fotonya itu kemudian menjadi viral dan banyak orang mulai mencari tahu lokasi hiu paus itu berada.
Di sisi lain, akses yang mudah dijangkau dan air jernih di perairan Gorontalo membuat wisata hiu paus segera disenangi wisatawan, baik yang berasal dari Gorontalo maupun dari luar. Tak perlu menunggu lama, pengunjung langsung membludak. Khawatir terjadi hal-hal buruk terhadap hiu paus di perairan itu, banyak netizen mengimbau agar lebih peduli hiu paus dengan tidak menyentuhnya. Namun, yang terjadi, dari beberapa foto yang diunggah memperlihatkan ada pengunjung yang menyentuh mulut dan tubuh hiu paus, bahkan menaikinya.
Saat ini, banyak nelayan yang tidak lagi melaut. Perahu mereka disulap menjadi kapal wisata yang siap mengantarkan pengunjung melihat hiup paus, cukup dengan merogoh kocek sebesar Rp10 ribu hingga Rp25 ribu per orang.
Selain itu, para pengunjung yang datang menyaksikan hiu paus berperilaku seperti melihat atraksi lumba-lumba, yang secara sengaja membuat kegaduhan. Padahal, bagi satwa laut liar seperti hiu paus, suara berisik berpotensi membuatnya stress.
Akibat kegiatan wisata yang tak terkontrol, Eco Diver Journalists menemukan fakta adanya luka yang dialami hiu paus, terutama di bagian mulut dan punggung. Diduga luka terjadi akibat benturan dengan perahu, ketika hiu paus melakukan manuver. Maklum tubuhnya yang besar, membutuhkan ruang yang lebih luas. Sementara itu, seiring membludaknya pengunjung, kapal-kapal yang datang mengelilinginya, tanpa memberi ruang yang cukup.
Dari informasi beberapa situs berita, diketahui hiu paus telah berada di lokasi itu untuk 2 tahun lamanya. Selama itu, hiu paus melakukan feeding atau mencari makan dari udang sisa hasil pengepakan yang dibuang ke laut dan ikan-ikan kecil yang diberikan nelayan setempat.
Sementara itu, sejak 17 April 2016 objek wisata hiu paus di Desa Botubarani, Gorontalo, resmi dibuka untuk umum. Acara seremonial dilakukan langsung oleh Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie, sekaligus menandai diterapkannya aturan berinteraksi dengan hiu paus bagi pengunjung.
Meski sejumlah peraturan telah dikeluarkan dengan maksud tidak mengusik keberadaan hiu paus dan mengefektifkan potensi wisata, namun tidak ada jaminan hal itu akan berjalan mulus.
Oleh karena itu, Eco Diver Journalists menilai, sejumlah aturan seperti pembatasan jumlah kapal, aturan kecepatan kapal 10 knot pada jarak 1 mil dan 2 knot jarak 50 meter, pembatasan jumlah wisatawan dalam sekali turun, hingga durasi berinteraksi dengan hiu paus selama 15 menit, tidak akan berdampak, ketika pembenahan di lapangan tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Hiu Paus
Hiu paus merupakan jenis ikan terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang sekitar 12 meter, bahkan bisa mencapai 18 meter. Ikan hiu paus merupakan ikan yang dapat mencapai usia 60 tahun, bahkan 100 tahun.
Ikan hiu paus baru mencapai matang kelamin pertama kali pada usia sekitar 25 tahun dengan jumlah anakan 1 ekor untuk setiap periode reproduksi. Hiu paus juga memiliki karakter yang spesifik seperti fekunditas rendah, dan pertumbuhannya lambat, sehingga sekali terjadi over eksploitasi, sangat sulit populasinya untuk kembali pulih.
Berdasarkan literatur, hiu paus mampu bermigrasi hingga jarak ribuan kilometer. Satwa itu mampu menyelam hingga kedalaman 750-1.000 meter. Namun, kebanyakan menghabiskan waktu di kedalaman kurang dari 50 meter karena faktor makanan. Adapaun kecenderungan hiu paus melakukan penyelaman di perairan dalam untuk mengikuti pergerakan makanan atau mendeteksi kondisi suatu perairan.
Saat ini populasi hiu paus diperkirakan mengalami penurunan 20-50 persen dalam kurun waktu 10 tahun. Pada 2002, hiu paus dimasukkan Apendiks II Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), yang artinya perdagangan internasional untuk komoditas ini harus melalui aturan yang menjamin pemanfaatannya tidak akan mengancam kelestariannya di alam.
Hiu paus juga dinyatakan sebagai satwa dilindungi berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 18/Kepmen-KP/2013 tertanggal 20 Mei 2013. Kemudian, berdasarkan pedoman dan monitoring hiu paus yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), satwa ini masuk daftar merah species terancam oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) dengan status rentan (Vulnerable).
Peduli Hiu Paus
Keberadaan hiu paus di Pantai Batu Barani, Gorontalo, diduga merupakan bagian dari migrasi sementara menuju wilayah yang lebih hangat dan diduga banyak makanan. Tak heran jika banyak nelayan dan penyelam yang menemukan hiu paus di Teluk Tomini.
Pada April 2013, dilaporkan satu hiu paus terdampar di perairan Teluk Tomini, tepatnya di Kecamatan Dulupi, Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Satwa itu terdampar di perairan dangkal dekat hutan mangrove. Beruntung, nelayan setempat berhasil menyelamatkan dengan cara menariknya, menggunakan perahu.
Selanjutnya, pengamatan nelayan hingga Mei 2016, terdapat 13 - 14 ekor hiu paus yang berenang di perairan Botubarani. Sementara di kawasan perairan desa ulele, sejak 2006 telah dicadangkan oleh pemda kabupaten Bone Bolango sebagai kawasan konservasi perairan daerah.
Sebagai wujud keberpihakan pada pelestarian spesies hewan langka, Eco Diver Journalists menyerukan sejumlah langkah penting untuk menjaga ekosistem dan melestarikan spesies langka, hiu paus, mengingat spesies ini dilindungi dan terancam punah. Belum lagi, ikan terbesar di Bumi itu semakin menyusut dikarenakan ekosistem yang tak ramah bagi mereka.
Atas pertimbangan itu, Eco Diver Journalists menyerukan pentingnya kepedulian terhadap hiu paus, melalui beberapa langkah sederhana, jika ingin berinteraksi dengannya:
Jaga jarak. Beri ruang untuk hiu paus sejauh 2m dari badannya dan 3m dari ekornya bila berenang bersama. Walaupun hiu paus bergerak secara perlahan, tapi sangat berisiko terkena hempasan ekornya atau badannya yang besar.
Sebaiknya jangan menggunakan alat scuba di sekitar hiu paus. Pun kalau ada, pastikan hanya dua penyelam dalam satu kelompok. Ini karena hiu paus akan mudah terganggu dengan gelembung udara ketika menyelam.
Mohon antri. Jika ingin snorkeling bersama hiu paus, digilir per kelompok. Satu grup maksimal 6 orang dan 1 pemandu. Oleh karena itu, bagi rombongan yang ingin melihat hiu paus, tetap patuhi aturan ini.
Membawa kamera dibolehkan, asal matikan flash-nya. Pasalnya, kilatan cahaya dapat mengganggu hiu paus yang sedang berenang.
Saat di dalam air, usahakan setenang mungkin sehingga tidak membuat hiu paus terkejut. Jangan berteriak di dalam air atau menyiram air ke hiu paus, karena akan mengganggu hiu paus dan berakibat pada stress.
Ini yang terpenting; jangan memegang dan mengejar hiu paus. Ingat, hiu paus tetaplah satwa liar.
Melalui tips singkat ini, kegiatan wisata berbasis hiu paus diharapkan memberi dampak positif terhadap perilaku hiu paus. Oleh karena itu, jika memang ingin dikembangkan, maka wisata berbasis hiu paus harus dimulai dengan prinsip kehati-hatian dengan mempertimbangkan perilaku satwa langka ini.
Informasi bahwa hiu paus merupakan satwa dilindungi juga perlu disebarluaskan ke masyarakat. Pengembangan kegiatan wisata pun harus dilakukan berdasarkan pertimbangan yang cermat. Pasalnya, jangan sampai, alih-alih ingin melakukan konservasi terhadap hiu paus, yang terjadi malah sebaliknya. (Red)
Tidak ada komentar