Breaking News

EDJ Serukan Melindungi Laut Indonesia!


Kerusakan terumbu karang, berkurangnya hutan mangrove dan penangkapan ikan tanpa batas menjadi ancaman nyata yang kini dihadapi oleh Indonesia. Jika dibiarkan, kondisi itu tidak saja berdampak buruk pada lingkungan, namun juga terhadap kelangsungan hidup masyarakat.
 
Ketua Ketua Eco Diver Journalists, Jekson Simanjuntak melalui siaran pers menjelaskan, lautan memang dikenal sebagai penghasil sebagian besar oksigen yang kita butuhkan. Laut juga menyerap sebagian besar dari emisi karbon dioksida. Pun laut menjadi indikator penting dalam perekonomian sebuah negara, khususnya yang berhubungan dengan pariwisata, perikanan dan sumber daya laut lainnya.

Untuk menghargai peran yang sangat luar biasa dari sumber daya kelautan itu, setiap tanggal 8 Juni, diperingati sebagai “Hari Laut Sedunia”. Bagi Indonesia, hari itu menjadi momentum tepat sebagai ajang refleksi untuk mengkaji ulang langkah-langkah konservasi yang telah dilakukan. Dan tahun ini, Hari Laut Sedunia mengambil tema “Laut Sehat, Planet Sehat”.

Laporan PBB terakhir menunjukkan bahwa, tekanan aktivitas manusia, penangkapan ikan berlebihan, praktik penangkapan ikan yang merusak, hingga penggundulan hutan bakau di banyak negara menjadi kontributor utama bagi kerusakan habitat laut. Ditambah lagi fenomena perubahan iklim, telah berdampak luas bagi rusaknya areal terumbu karang dunia. Salah satunya, "bleaching" atau pemutihan karang.

Di sisi lain, pemerintah juga telah berbenah dengan mengeluarkan serangkaian kebijakan. Sebut saja langkah menteri kelautan dan perikanan Susi Pudjiastusi, yang secara berani penenggelaman kapal-kapal asing pencuri ikan di perairan Indonesia. Sayangnya, masalah yang dihadapi Indonesia bukan hanya sebatas pencurian ikan, melainkan juga rusaknya ekosistem terumbu karang hingga maraknya sampah di lautan.

Laporan Pusat Penelitian Oseanografi LIPI tahun 2013 menyebutkan, dari 60.000 km persegi kekayaan terumbu karang Indonesia, sekitar 30 persennya berstatus rusak atau kualitasnya kurang baik dan 37 persen cukup. Hanya 5 persen berkondisi sangat baik dan 27 persen baik.

Rusaknya kawasan hutan mengrove di pesisir pantai Indonesia juga cukup memprihatinkan. 
Data BPS tahun 1982 mencatat luas kawasan hutan mangrove mencapai 3,7 juta hektar, namun 10 tahun kemudian menyusut tinggal 2,5 juta hektar. Kerusakan paling parah tercatat di pesisir pulau Jawa dengan degradasi mencapai 70m persen. Penggundulan hutan mangrove terutama akibat konservasi lahan menjadi kawasan pertambakan, pemukiman dan industri. 

Selain itu, tekanan populasi memicu pembalakan hutan bakau untuk dijadikan kayu bakar.
Sejatinya Mangrove memiliki fungsi penting bagi ekosistem pesisir. Selain tempat memijah dan tumbuhnya anakan ikan, hutan bakau juga mencegah erosi pantai. Juga diketahui, saat tsunami melanda, hutan bakau berfungsi sebagai penahan gelombang laut.

Beban lain yang juga kian nyata adalah ketika lautan dipenuhi sampah plastik. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa sampah plastik dari seluruh dunia yang terbawa ke lautan mencapai 8 juta metrik ton per tahun. Jumlah itu setara dengan menyemplungkan 2.740 ekor gajah ke laut perharinya. 

Puluhan juta ton sampah plastik telah mengotori samudera dan mengancam kehidupan biota laut. Celakanya Indonesia termasuk deretan negara yang paling gemar membuang sampah plastik ke laut. Dihitung dari prosentase jumlah sampah plastik yang tidak diolah, Indonesia termasuk yang paling tinggi di dunia. Sebanyak 87 persen dari 3,8 juta ton sampah plastik yang dibuang setiap tahun mendarat di laut. Artinya setiap penduduk pesisir Indonesia bertanggungjawab atas 17,2 kilogram sampah plastik yang mengapung dan meracuni biota laut.

Dikatakannnya, atas dasar persoalan itu, Eco Diver Journalis, perkumpulan jurnalis peduli lingkungan menyerukan beberapa hal di Hari Laut Sedunia 2015, mengimbau semua pihak untuk peduli dan lebih bijak dalam mengelola dan menggunakan sumber daya laut dan pesisir,  memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam menciptakan kebijakan berbasis ekosistem demi keberlanjutan laut dan pantai.

Pemerintah harus lebih serius menjaga keragaman hayati di sektor kelautan, mengingat saat ini ada banyak species yang terancam punah. Dan semua pihak untuk tidak membabat kawasan hutan bakau yang tersisa, mengimbau semua pihak agar mengelola sampah plastik dan tidak membuangnya serampangan ke laut. Pasalnya, hampir tidak ada ahli khusus ataupun mata kuliah yang terkait dengan modul pembersihan sampah plastik dari lautan. 

Sumber : Berita11.com

Tidak ada komentar